Jakarta darurat macet, Jakarta rawan banjir. Itulah kini yang menghantui warga Jakarta,
bahkan orang-orang yang akan berangkat ke Jakara.
Macet, banjir; semua itu tentu ada sebabnya. Bila kita ingin mengurai permasalahan macet
dan banjir ini, kita terlebih dahulu mestilah mengerti penyebab utamanya. Karena, bila tindakan yang kita lakukan tidak
sejalan dengan pokok permasalahannya; yakinlah, sampai kapanpun permasalahan
itu tidak akan pernah dapat diselesaikan.
Mungkin ada orang yang sudah tahu dengan pokok permasalahan yang
dihadapi Jakarta. Tapi walau
bagaimanapun, pokok permasalahan itu ternyata sampai kini belum pernah
dibicarakan orang.
Sebenarnya, pokok permasalahan pertama adalah
karena menjadikan Jakarta segala pusat.
Pokok permasalahan kedua adalah aliran air di Jakarta tidak pernah
tuntas direncanakan, apalagi dilaksanakan.
Bila kita melihat kenegara Eropa seperti
Amsterdam misalnya. Kota itu sebenarnya
adalah kota yang sebahagian besar wilayahnya berada dibawah permukaan laut. Tetapi karena tata kotanya direncanakan secara
bijak, maka kota Amsterdam tidak pernah mengalami kebanjiran. Sungai-sungainya dan selokannya malah bisa
digenangi oleh air yang jernih.
Menjadikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan atau menjadikan
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia, tentunya adalah satu hal yang wajar-wajar saja. Tetapi menjadikan Jakarta sebagai pusat dari
segalanya, nampaknya kini sudah harus dipertimbangkan lagi. Karena akibat sampingannya, yang bermunculan, sebagai akibat dari perlakuan menjadikan
Jakarta sebagai pusat dari segalanya itu sudah semakin banyak pula.
Bila kita memperhatikan keadaan
Ibu Kota Jakarta saat ini, kita akan melihat bahwasanya yang sudah terpusat
disana saat ini bukanlah hanya sekedar kegiatan urusan pemerintahan saja. Tetapi kegiatan kegiatan sosial, politik,
budaya ekonomi dan militer juga telah terpusatkan di sana.
Di Jakarta saat ini, yang juga
dipusatkan antara lain seperti; pemusatan berbagai stasiun-stasiun induk TV, pemusatan
perdagangan (saham), pusat hiburan, musik, Ancol Dupan, olah raga ditambah lagi
dengan terpusatnya sejumlah pabrik kendaraan, pabrik pakaian, pabrik obat dan
pabrik electronik di Jakarta. Itupun ternyata
masih belum cukup
karena rumah sakitpun, juga telah dipusatkan pula di Jakarta .
Selain
dari itu semua, tentunya masih ada lagi berbagai
pemusatan lainnya.
Sekarang, permasalahannya,
akibat dari perlakuan menjadikan Jakarta sebagai segala pusat itu, secara tidak
langsung telah mendorong banyak penduduk negeri ini, suka atau tidak suka,
terpaksa harus datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk berbagai urusan;
sehingga jadilah Jakarta sebagai kota yang semakin padat penduduk dan semakin semrawut yang
akhirnya turut meningkatkan berbagai permasalahan sosial masyarakatnya.
Kepadatan penduduknya itu,
telah pulah mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah kendaraan yang mesti lalu lalang
hilir mudik di Jakarta . Seterusnya kepadatan kendaraan itu telah pula
mengakibatkan banyaknya ruas jalan di Jakarta
yang setiap hari terpaksa mengalami kemacetan dimana kemacetan itu akhirnya telah
menjadikan pula salah satu penyebab dari terjadinya pemborosan bahan bakar.
Untuk mengatasi kepadatan
penduduk, kemacetan dan berbagai permasalahan sosial lainnya di Ibu kota , berbagai langkah dan
cara terpaksa pula dilakukan.
Untuk mengurangi kemacetan
kendaraan dibuatlah semacam sistem three in one yang telah melahirkan joki-joki
amatir. Selain dari itu jarak U turn nya juga diperpanjang lagi. Padahal akibat sampingan dari memperpanjang
jarak U turn tersebut telah
menjadikan penyebab lain dari terjadinya pemborosan pemakaian bahan bakar. Karena untuk menuju satu tempat yang jaraknya
cuma 200 meter saja misalnya, orang terpaksa harus berputar berkilo-kilo meter,
sangatlah tidak efisien. Semakin
membengkaknya subsidi bahan bakar.
Tambahan lagi, di Jakarta tidak
sedikit pula jalan layang yang harus dibuat yang telah menghabiskan triliunan
dana. Malahan konon kabarnya sebahagian
besar dana yang tersedia untuk negeri ini telah terpaksa tersedot dipergunakan
untuk mengatasi berbagai maslah di Jakarta . Disamping itu, sebahagian dari dana yang
sangat besar itu juga telah dipergunakan sekaligus untuk mempercantik Ibu Kota.
Selain
dari itu, akibat sampingan dari pemusatan berbagai
kegiatan itu; maka pembangunan dam/ kanal banjir di Jakarta untuk mengurangi resiko banjir juga
telah menelan dana yang tidak sedikit pula. Padahal, meskipun demikian, bantuan dari kanal banjir
tersebut untuk
mengurangi resiko banjir di Jakarta
sebenarnya tidaklah seberapa, karena pokok permasalahan yang sangat mendasar
dari penyebab timbulnya banjir itu; sampai kehari ini hampir-hampir tidak
pernah disinggung. Akibatnya, meskipun
kanal banjir itu dibuat sama besarnya sebesar kota
Jakarta itu
sendiri, yang namanya banjir akan tetap saja terjadi di Jakarta. Begitu pula dengan rencana me-normalisasi 3 sungai besar di Jakarta, itupun
hanya akan mengurangi sedikit resiko banjir di Jakarta. Kenapa ??
Kesalahan dalam penanganan penanggulangan banjir di Jakarta selama ini, sebenarnya
bukanlah hanya terjadi di Jakarta
saja tetapi juga terjadi diseluruh negeri ini. Akibatnya, jangankan dataran rendah, dataran tinggi sekalipun dinegeri ini juga bisa mengalami banjir. Kenapa itu bisa terjadi ?, dimana salahnya ?.
Untuk jawabannya, mari sama-sama kita simak pendapat berikut ini. Lihat gambarnya dan contoh soalnya.
Sekitar setengah abad yang lalu, rata-rata daerah dinegeri ini, pada
satu level dataran permukaan tanah; didepan sebuah bangunan (misalnya). Saat
itu ada sebuah parit dengan lebar
2 meter dan kedalamannya 3 meter. Ketika itu
air yang
mengalir pada pada parit atau sungai kecil itu, pada hari-hari biasa hanya dengan kedalam sekitar 50
centimeter. Karena air yang mengalir
disungai itu barulah hanya sekedar air buangan rumah tangga dan sedikit
rembesan air tanah. Sedangkan dimusim
hujan yang lebat sekalipun, permukaan air diparit tersebut akan naik hanya
sekitar 1 ½ meter saja. Oleh karena itu, berarti masih ada sisa ketinggian 1½ m lagi, sehingga permukaan
halaman rumah masyarakat ketika itu tetap saja masih aman dari banjir.
Kini permasalahannya, setelah puluhan tahun masa berlalu;
kedalam dasar sungai itu sudah semakin dangkal karena telah diisi dengan
berbagai barang buangan tambah lagi dengan tanah permukaan yang hanyut setiap
saat semakin tebal mengisi dasar sungai kecil itu. Akibatnya, kalau tadinya kedalaman dasar
sungai masih 3 meter, sedangkan kini kedalaman sungai rata-rata sudah tinggal ½ meter saja lagi. Oleh sebab itu, bila hujan lebat datang;
tentu saja sungai tersebut tidak akan mampu lagi menampung luapan air hujan yang jumlah debet airnya akan menjadi lebih
banyak dari masa sebelumnya; untuk dialirkan ketempat yang lebih rendah. Air hujan yang tidak tertampung itu tentunya
akan tergenang merendam daerah sekitarnya (alias banjir). Kesalahan ini semakin diperparah lagi dengan
perilaku menimbun atau meninggikan jalan lebih tinggi dari permukaan halaman
(dataran) asalnya.
Sebenarnya, perilaku bangsa ini yang
meninggikan jalan, tambah lagi meninggikan jembatan itulah yang menjadi penyebab utama
dari terjadinya banjir berkepanjangan dinegeri ini sebagaimana lebih dijelaskan
lagi dengan gambaran
berikut ini:
Dari gambaran diatas dapatlah
dipahami bahwasanya meninggikan jembatan adalah suatu kesalahan fatal yang telah
menjadi salah satu
penyebab utama dari terjadinya banjir khususnya di Jakarta, umumnya diseluruh
negeri ini.
Mestinya yang harus dilakukan adalah menyingkirkan endapan yang mengakibatkan dangkalnya sebuah sungai dan parit sementara jembatan haruslah tetap dibangun sejajar dengan
jalan. (kecuali memang ada kapal tiang tinggi yang harus lewat dibawah
jembatan tersebut)
Tidak ada jalan
lain. Berikut ini adalah gambaran
perbuatan konyol yang telah dilakukan bangsa ini karena telah meninggikan
jembatan yang kelak pasti akan menimbulkan banjir. Percayalah. (kalau hanya sungai saja yang di kerok seperti rencana me-normalisasi 3 sungai
besar di Jakarata yang akan dilaksanakan pada tahun 2013; itu tidak akan banyak
menyelesaikan masalah).
Berdasarkan analisa yang
telah dijelaskan diatas, maka jelaslah untuk mengurangi terjadinya banjir
dimana saja dinegeri
ini, teristimewa di Jakarta tidak ada jalan lain selain dari mengembalikan
kedalaman semua parit hulu dan sungai sebagaimana aslinya dulu dan akan lebih
baik lagi bila semua aliran air itu bisa digali lebih dalam lagi. Jadi yang mesti dikerok atau
didalamkan itu bukan
hanya sungai saja tetapi juga termasuk semua
parit dan selokan. Kemudian, ketika hari
hujan haruslah diadakan pemeriksaan dimana saja parit dan selokian yang masih
tidak mampu menampung air hujan agar bisa segera didalamkan. Adalah salah besar bila ketika itu berfikir
dan berusaha untuk menimbun dan meninggikan baik halaman maupun jalan. Dengan cara ini, yakinlah banjir berkepanjangan di Jakarta pasti akan sangat
jauh berkurang. Hanya itulah
satu-satunya cara. Tidak ada jalan lain.
Lebih jelasnya lagi;
kalaulah keputusan meninggikan
jembatan itu adalah disebabkan karena memang ada perahu tiang tinggi yang akan
lewat dibawahnya, itu boleh-boleh saja; tetapi meninggikan jalan lebih tinggi dari dataran asal semula jadi sebuah daerah adalah satu kesalahan besar. Meninggikan jalan lebih tinggi dari permukaan tanah asalnya
dimana bangunan atau rumah penduduk sejak lama sudah ada, itu sama saja halnya
dengan sengaja menciptakan banjir untuk daerah tersebut. Mestinya
yang harus dilakukan oleh para ahli dinegeri ini dalam
rangka memperbaiki jalan, adalah membuat, merapikan dan mendalamkan parit di kedua sisi
jalan. Seterusnya mengusahakan agar
tidak ada lagi air yang tergenang di parit-parit tersebut termasuk parit dan sungai sampai kemuaranya, air mestilah dapat
mengalir dengan lancar; tidak tanggung-tanggung seperti yang dilakukan selama
ini. Hanya itulah satu-satunya cara untuk mencegah
terjadinya banjir, tidak ada jalan lain. Kecuali bila daerah itu semenjak dulunya
memang adalah seperti danau sementara jalan memang harus dibuat didaerah
tersebut, itu lain hal.
Kita
menyadari untuk mengembalikan kedalam saluran air ini mulai dari parit rumah
tangga, parit kecil sampai kepada sungai besar akan membutuhkan dana bisa
triliunan rupiah. Namun demikian
mengeluarkan dana triliunan untuk sekali atau dua tahap itu akan jauh lebih
baik dari pada bangsa ini harus terus-terusan dipaksa oleh banjir untuk
menghamburkan triliunan rupiah hampir disetiap musim hujan. Triliunan rupih yang dipaksa oleh banjir
untuk dihamburkan berulang kali yang di maksudkan disini adalah karena bila
banjir terjadi, maka kita bangsa ini akan terpaksa mengeluarkan dana yang tidak
sedikit untuk memperbaiki berbagai bentuk kerusakan, kehilangan, kecelakaan,
meninggal sampai-sampai jalan yang longsor dan jembatan yang rusak atau hanyut. Katanya banjir
berkepanjangan ini yang diakibatkan oleh karena salah kaprah dalam
penangannannya, bisa terjadi tiga kali, sepuluh kali bahkan lebih dalam
setahun. Tidakkah kita pernah mencoba
menghitung bahwasanya banjir berkepanjangan itu telah menghabiskan dana mungkin
bisa mencapai ratusan triliun ?.
Demikianlah
salah satu dari sekian banyak kesalahan atau kejahilan yang telah dilakukan
anak bangsa ini. Padahal kalaulah kita mau berguru kepada negara-negara maju seperti
sistem yang diberlakukan di Amerika misalnya, dimana berbagai macam permasalahan
yang mestinya terjadi di ibu kota negaranya,
telah dapat mereka tekan sedemikian rupa sehingga dapat pula menghemat
triliunan dana, yang akhirnya triliuan dana yang dapat dihemat itu dapat pula
dipergunakan untuk keperluan lain. Tidak
seperti dinegara kita yang terpaksa menghabiskan triliunan dana setiap
tahunnya hanya untuk memperbaiki kesalahan yang sama sepanjang masa. Sekarang mari kita coba
memperhatikan apa saja yang telah dilakukan oleh Amerika.
Dengan taktik pembangunan
yang cukup bijak, sebagai bangsa yang cerdas, sejak lama Amerika telah
menjadikan Washington .
DC khusus hanya untuk urusan kegiatan administrasi negara saja yang memang
bersifat nasional. Di Washington. DC
tidak boleh ada kegiatan selain dari kegiatan urusan negara yang berskala
nasional termasuk pabrik tidak boleh ada disana.
Untuk urusan perdagangan
Amerika telah menetapkan New York
sebagai pusatnya. Las
Vegas sebagai pusat hiburan termasuk pertandingan tinju kelas dunia
diadakan disana ditambah lagi dengan pusat perfilemannya, Hollywood
juga ada disana. Cape
Canaveral sebagai pusat Antariksa.
West Point sebagai pusat militer. California , Texas , Oklahoma dan Ontario
sebagai pusat industri berat, ringan dan seterusnya.
Dengan taktik pembangunan seperti itu, Amerika Serikat dapat mengurangi
banyak sekali kemungkinan berduyun-duyunnya orang datang ke Ibu Kota Negaranya, Washington . DC, sekaligus menghindari
terjadinya semrawut dan kasak kusuk di Ibu Kotanya. Karena untuk setiap
kepentingan, orang
Amerika akan terpencar dengan sendirinya keberbagai kota, sesuai dengan ketrampilan dan kebutuhan
masing-masing rakyatnya.
Taktik penataan kota seperti yang dilakukan
oleh Amerika itu sebenarnya sudah patut sekali untuk dipertimbangkan, dicontoh dan seharusnya sudah lebih awal direncanakan oleh Pemerintah Indonesia. Dengan menetapkan Jakarta benar-benar menjadi
DKI, tidak hanya slogan. Daerah khusus
Ibu Kota Negara yang benar-benar khusus untuk urusan negara. Di Jakarta, kedepan yang boleh ada hanya
untuk urusan kegiatan dan administrasi negara saja, DPR RI dan MPR. Kemudian Kementerian yang ditetapkan untuk
berada di Jakarta hanya kementerian yang setingkat Menko seperti; Menko Ekuin,
Menko Kesra, Menko Polhukam serta Kasad, Kasau, Kasal, Kapolri, Kejagung dan
Mahkamah Agung. Selain dari itu tidak
boleh lagi ada di Jakarta melainkan harus berada diluar Jakarta seperti:
kegiatan olah raga, hiburan, perfileman, perdagangan, militer apalagi pabrik
harus berada diluar Jakarta. Untuk
kegiatan lainnya seperti Kementerian Agama misalnya sebaiknya di tempatkan di
Aceh, Kementerian Perindustrian di tempatkan di Medan, Kementerian Perminyakkan
ditempatkan di Pekanbaru, Kementerian Perdagangan dan Ekonomi di tempatkan di
Batam (dimana BEJ seharusnya juga ditempatkan di sana), Kementerian Pertanian
ditempatkan di Bogor, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ditempatkan di
Jokjakarta, Kementerian Pariwisata ditempatkan di Bali, Kementerian Kehutanan
ditempatkan di Balik Papan, Kementerian Olah Raga ditempatkan di Makasar,
Kementrian Pertambangan ditempatkan di Monokwari, Biak atau Merauke. Kementerian Perikanan ditempatkan di
Maluku, Kegiatan militer di pusatkan di
Daerah Kalimantan Utara. Demikian pula
dengan masalah pemusatan lainnya seperti misalnya; Pusat Hiburan, Pusat
Perfileman, Pusat Iptek, bahkan mungkin juga Pusat Perjudian di carikan pula
tempatnya yang lebih tepat. Bandung
misalnya mungkin kota yang tepat untuk Pusat Iptek, Surabaya mungkin kota yang
tepat untuk Pusat Perfileman dan hiburan, dan seterusnya.
Melihat keadaannya sekarang, Ancol dan Dupan
karena sudah bersifat
hiburan skala nasional,
sangatlah tidak tepat keberadaannya di Jakarta.
Mestinya Ancol dan Dupan ditempatkan di Surabaya sebagai kota pusat
hiburan -- misalnya. Kalau TVRI dan
Taman Mini Indonesia, memanglah sangat tepat keberadaannya di Jakarta karena
memang bersifat nasional.
Dengan cara seperti ini – walaupun agak
terlambat tapi itu masih lebih baik dan mestinya bisa kalau kita mau dari pada
tidak sama sekali -- Ibu Kota Jakarta dijamin akan terjauh dari
kasak kusuk. Merek 3 in one yang dipasang dijalan-jalan
utama kota Jakarta sudah tidak akan diperlukan lagi. Pemborosan BBM akan banyak dapat
dikurangi karena belokan U dapat diperbanyak lagi dan pembangunan yang seimbang
antara pusat dan propinsi pasti akan lebih merata. Kecemburuan dan kesenjangan sosial pasti akan
sangat berkurang. Lebih jauh, dengan
taktik pembangunan seperti ini, kelak akan tercipta perisai yang lebih kokoh
terhadap kedaulatan bangsa ini.
Sejalan dengan kebijaksanaan
itu, yang tak kalah pula pentingnya adalah perhatian yang lebih bersunguh-sunguh dan anggaran
dana untuk petani didaerah mutlak pula ditingkatkan. Petani didaerah mestilah diberikan berbagai
kemudahan. Mulai dari kemudahan
mengawali untuk jadi petani, mendapatkan pupuk dan benih asli yang mudah,
menanam yang mudah, panen yang mudah, pengangkutan hasil panen yang mudah,
sampai pada kemudahan penjualan yang bukan hanya dengan harga tengkulak.
Sejalan
dengan itu pula, program keluarga berencana mestilah kembali digiatkan –dengan
cara yang santun tentunya -- agar keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
tersedianya lahan rezeki tidak semakin jauh.
Logikanya, bila jumlah penduduk semakin lebih banyak dari tersedianya
lahan rezeki, maka alam secara otomatis akan bekerja dengan sendirinya memaksa menciptakan
keseimbangan itu dengan cara mengurangi jumlah penduduk yang semakin padat ini.
Memang
banyak juga orang yang berpendapat bahwasanya setiap ada nyawa pasti ada
rezekinya. Betul, memang benar, sesuap nasi,
sepotong roti, sebiji kurma, pondok plastik hunian dibawah kolong jembatan
itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan rezeki; tetapi apakah rezeki sesuap nasi
dengan hunian pondok plastik atau tenda biru itu sudah bisa dikatakan mencukupi
kebutuhan dasar???. Mari sama kita
renungkan. Apakah kita harus menunggu
perintah alam dulu yang secara otomatis akan memaksa kita menggiatkan program
keluarga berencana ini ???.
Bila
taktik pembangunan seperti ini dapat dilakukan -- ya
mesti bisalah kalau ada kemauan -- , yakinlah berjubelnya
orang ke Ibu Kota, bertumpuknya sampah di Ibu Kota
dan semrawutnya Ibu Kota akan banyak
sekali (significantly
?)
dapat dikurangi. Karena sebagaimana
telah sama-sama diketahui bahwa sebenarnya hanya sebahagian kecil saja orang-orang desa yang benar-benar ingin hijrah
ke Ibu Kota meninggalkan kampung halamannya.
Atau merantau menjadi tenaga
kerja jauh kenegeri orang, meninggalkan orang-orang yang dicintainya di
kampungnya, meninggalkan jantung hatinya.
Lebih
banyak orang-orang
desa yang sebenarnya ingin tetap tinggal didesanya mengurus tanah
warisan leluhurnya,
daerah dimana dia dilahirkan,
bila seandainya sudah bisa mendapatkan empat sehat dikampungnya walaupun belum
lima sempurrna, dari pada harus adu nasib ke ibu kota apalagi keluar negeri,
yang tingkat keberuntungannya juga masih untung-untungan.
Nah, kini karena sudah ada contoh, agar tidak
terjebak pula mengikuti tata ruang kota Jakarta yang telah terlanjur menjadi kota kasak kusuk, sebaiknya
mulai sekarang setiap Ibu Kota Propinsi dan kota besar lainnya yang makin berkembang mestinya sudah
seharusnya lebih awal menyusun langkah.
Dengan membagi, menetapkan daerah-daerah tertentu di daerahnya untuk
menjadi pusat masing-masing kegiatan.
Salah satu diantara Ibu Kota Propinsi yang
sangat dikenal oleh Penulis seperti Pekanbaru misalnya, Ibu Kota Propinsi Riau
sudah seharusnya ditetapkan khusus hanya untuk urusan kegiatan dan adminstrasi
Propinsi saja. Kota Duri ditetapkan
sebagai kota perminyakan dan industri menengah.
Bangkinang sebagai kota militer.
Kampar sebagai pusat pertanian.
Bagan Siapi-api sebagai pusat perikanan.
Bengkalis sebagai pusat pariwisata.
Dumai sebagai pusat hiburan dan seterusnya dan seterusnya.
Demikianlah bila usulan ini dapat
dilaksanakan, keterkaitan antara satu kota dengan kota yang lainnya tentu akan
semakin lebih baik lagi. Bila seseorang
memerlukan urusan keagamaan ia akan mengarah ke Aceh. Bila ia memerlukan urusan perikanan, dia akan
menghadap ke Maluku. Bila dia akan
berurusan dalam hal pertambangan dia akan berurusan ke Monokwari. Bila harus berurusan dalam hal perdagangan,
dia akan menghubungi Batam dan seterusnya.
Sehingga akan semakin terasalah Bhineka Tunggal Ikanya Indonesia
ini. Tidak seperti sekarang, karena
semuanya dipusatkan di Jakarta, orang cendrung merasa seolah Jakarta itu adalah
satu negara dalam negara Indonesia ini.
Sampai disini orang tentu akan langsung
geleng-geleng kepala. Mana mungkiiiin
cara itu bisa diberlakukan. Karena jarak
dan tempatnya itu akan saling berjauhan.
Tetapi tunggu dulu. Empat puluh
tahun yang lalu, ketika Telegram masih menjadi primadona, ketika waktu yang
dibutuhkan untuk mengirim surat dari satu kota kekota lain masih butuh waktu
satu sampai dua minggu, ketika telepon masih di engkol, ketika tukang pos masih pakai sepeda; usulan
ini memanglah mustahil. Tetapi kini,
dizaman komputer dan internet ini, tidakkah kita menyadari bahwa bumi ini sudah
semakin kecil. Kini, hanya dengan
menekan beberapa tombol saja, orang sudah bisa mengirim dan mengambil uang
dalam hitungan menit. Padahal dulu kalau
dengan wessel pos hal itu bisa sampai berhari-hari bahkan
berminggu-minggu. Kalau dulu, untuk
urusan komunikasi jarak jauh paling cepat baru hanya dengan telpon SLJJ, itupun
teleponnya tidak pula bisa dibawa kemana-nama.
Oleh karena itu, dimasa lalu orang masih butuh ORARI, itupun tidak bisa
sembarang orang memilikinya.
Lain halnya kini, dizaman tekhnologi
komunikasi yang semakin canggih ini; anak SD pun sudah bisa berkomunikasi ke
sebalik bumi ini dari HP dikantongnya.
Jadi kalau mau merujuk kepada kecanggihan komunikasi saat ini bahkan
internet meetingpun bisa dilakukan orang.
Oleh karena itu, apa yang disarankan ini sebenarnya adalah suatu hal
yang wajar-wajar saja, tidak ada luar biasanya.
Dengan kata lain semua itu sebenarnya sangat tergantung bagaimana
kecerdasan kita mengaturnya.
Dulu, ketika semasa Thomas Alfa Edison masih
kasak kusuk membuat percobaanya, orang-orang sekitarnya kesal setengah mati
ingin tahu apa sebenarnya yang ingin di buat oleh pemuda putus sekolah
itu. Awalnya dia tidak mau menjelaskan
apa yang sedang direncanakannya, tetapi karena sering didesak, akhirnya Thomas
muda mencoba menjelaskan bahwa yang sedang dilakukannya adalah berusaha membuat
“lampu tahan angin”. Mendengar penjelasan
itu, kontan saja orang mencibir. “Manalah
mungkiiiiiin”, kata orang sambil tertawa.
Cemoohan orang ketika itu memang cukup beralasan karena zaman itu,
semenjak ribuan tahun sebelumnya, belum pernah ada yang namanya lampu tahan
angin. Namun, setelah pada satu malam
badai bersalju, lampu Edison ternyata bisa bertahan menyala terang tidak padam,
barulah orang mengerti bahwasanya yang dimaksudkan Edison itu sebenarnya apa.
Demikian pula semasa Hendry Ford lagi kasak
kusuk mengutak atik mesinnya, ia beberapa kali diusir dari rumahnya, karena perilakunya
mengutak atik mesin tersebut telah mengeluarkan suara bising yang sangat
menggangu ketentraman lingkungannya
-- belum ada knalpot ---. Dan ketika ia ditanya apa yang akan
dibuatnya, orang pun menjadi tertawa mencemoohkannya karena ia mengatakan
sedang berusaha membuat “kereta tak berkuda”.
Suatu hal yang belum pernah terjadi semenjak ribuan tahun yang
lalu. Sehingga jawabannya itu sungguh
sangat menggelikan orang ketika itu.
“Mana mungkiiin ada kereta yang tidak memakai tenaga kuda”, kata mereka
lagi. Namun ketika pada suatu tengah
malam, orang-orang desanya tersentak bangun karena suara bising yang
ditimbulkan mesin Hendry Ford yang melintas di depan rumah mereka sehingga
orang-orang berlarian keluar rumah ingin menyaksikan apa yang terjadi. Ketika itulah orang kembali geleng-geleng
kepala sambil mengusap matanya, bagaikan mimpi tidak percaya akan apa yang
dilihatnya. Mereka melihat kereta Hendry
Ford yang tidak ditarik kuda, dengan santainya bergerak didepan mereka.
Lain lagi halnya dengan Wright brothers yang
sempat dikatakan orang gila oleh masyarakatnya ketika mereka mengatakan sedang
berusaha membuat mesin terbang.
Orang-orang ketika itu ribut berlarian ketanah lapang sambil berteriak “
ayo mari ramai-ramai melihat ada orang gila mau menerbangkan mesin”, demikian
mereka mencemoohkan. Orang yakin rencana
Wright Brothers tidak akan berhasil.
Karena jangankan menerbangkan mesin, menerbangkan layang-layang sajapun
kalau tidak ada angin bertiup tidak akan bisa main layang-layang. Walaupun demikian, sejarah dunia langsung
mulai berubah karena ketika itu ternyata Wright muda berhasil pada percobaan
pertamanya. Padahal kini lebih seratus
tahun setelah orang mencemoohkan Wright Brothers, para pilot santai saja
menerbangkan pesawat yang beratnya bisa lebih dari seratus ton.
Begitulah, memang, penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa
yang disarankan ini kedengarannya benar-benar aneh bin ajaib, mungkin juga
diluar kebiasaan, atau mungkin juga ngawur kata orang. Sehingga usulan ini mungkin juga akan sulit
dicerna. Tetapi kalau kita memang mau
kenapa tidak. Karena dalam jangka
panjang, hanya itulah baaaru cara terbaik untuk menghindari semrawutnya Ibu
Kota. Itulah baaaru cara terbaik untuk
pemerataan pembangunan. Itulah baaaru
cara terbaik untuk leeebih memeratakan kesejahteraan masyarakat banyak. Itulah baru tekhnologi terbaik untuk
mengurangi terjadinya banjir.
Bila orang-orang barat sudah mampu menciptakan komputer
yang saaaangat diperlukan oleh dunia, mengapa kita menata ulang kota saja tidak
bisaaa ??. Kalau Cina mampu membuat
proyek 350 tahun, tembok Cina, kenapa kita mesti harus selalu terpaku dengan
proyek pembangunan yang cuma 5 tahun ???.